Terinspirasi dari Budaya, Untuk Bercerita Melalui Karya Seni Rupa

Nadia Vina Maharani, atau yang kerap dipanggil Nadia adalah seniman wanita asal Kota Malang, kelahiran 22 Juni 1997. Dari masa kecilnya yang sudah mencintai dunia seni, Nadia saat menginjak di bangku Sekolah Menengah di SMKN 3 Batu mengambil Jurusan Animasi. Tak hanya sampai situ, pada tahun 2015 Nadia melanjutkan masa pendidikannya di Universitas Negeri Malang (UM) Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV). Kegiatan berkeseniannya ternyata masih bertambah dengan keikutsertaannya pada komunitas seni Kota Batu “Pemuda Bundle” dan “Pondok Seni (Galeri Raos)”. Melalui komunitas ini, Nadia semakin giat menggeluti dunia seni rupa dan semakin sering mengikuti event-event kolaborasi dengan teman-teman komunitasnya. Komunitas ini menjadi wadah untuk para seniman menuangkan berbagai ide, berkolaborasi, serta mendiskusikan isu-isu seni yang sedang ramai dibicarakan. Dari komunitas ini juga yang mewadahi Nadia untuk memamerkan karya-karyanya kedalam ruang pamer seni dengan mengikuti berbagai pameran yang sering diadakan oleh “Pondok Seni (Galeri Raos)”. 

Pameran seni perdananya adalah “Batu Hari Ini” Poponopo Art Exhibition, yang berlokasi di Galeri Raos Kota Batu pada tahun 2017 silam. Sejak saat itu hingga sekarang ini, Nadia sudah mengikuti dan berpartisipasi di puluhan kegiatan pameran seni yang diadakan di Kota Malang dan Kota Batu. Dengan mengikuti dan aktif di beberapa komunitas dan kegiatan seni di Kota Malang membuat Nadia mendapatkan berbagai koneksi antar seniman dan orang-orang baru. Tentunya juga menambah pengalaman-pengalaman baru akan seputar dunia seni. 

Sebagai seorang seniman muda lulusan Desain Komunikasi Visual, tentunya awal proses berkarya Nadia tidak jauh-jauh dari media menggambar digital. Nadia biasa mengoperasikan perangkat lunak Photoshop untuk menciptakan karya-karyanya yang menakjubkan. Sebagian besar karyanya berupa gambar-gambar vektor dengan menyuguhkan bentuk-bentuk objek tokoh Topeng Malangan. Bukan berarti tak handal dalam berkarya secara manual, Nadia juga sering menorehkan karyanya di suatu media konvensional seperti kanvas, hardboard, triplek, dan tembok yang menggunakan cat akrilik. Nadi juga dikenal sebagai seorang seniman yang selalu berinovasi terhadap perubahan dan perkembangan di dunia seni. Mahakarya seni Nadia dikenal akan detail penggarapannya yang sangat menakjubkan. Ornamen-ornamen hiasan yang dipadukan dengan warna-warna cerah semakin menambah kesan estetika karya seni yang dibuatnya.

Melihat dari detail ornamen dan objek serta pewarnaannya yang sangat detail, Nadia mengaku mengerjakan karyanya tidak selalu menunggu lama untuk jadi sebuah karya seni. Nadia adalah tipe orang yang ingin segera menyelesaikan suatu pekerjaan yang sedang digarapnya. Rata-tara penggarapan karya seninya hanya dalam kurun waktu beberapa hari dan paling lama adalah satu minggu, bahkan untuk karya-karya dengan media besar seperti mural pada dinding. 

Nadia mengaku bukan berasal dari kalangan keluarga yang kental akan kegiatan budayanya. Lingkungan di sekitarnya pun adalah warga yang sama pada umumnya saja. Namun, itu tidak merubah apa-apa akan tekad Nadia tertarik dan mengagumi kekayaan kebudayaan yang dimiliki oleh Kota Malang, yaitu Topeng Malangan. Awal ketertarikan nadia terhadap Topeng Malangan ini ketika ia mengikuti project pembuatan mural dengan tema ”Malang Heritage”. Nadia sadar ternyata Kota Malang memiliki kekayaan seni dan budaya yang tak kalah menarik dengan seni dan budaya lain. Topeng Malangan merupakan salah satu warisan seni dan budaya lokal Kota Malang yang memiliki sejarah mendalam. Beberapa versi legenda dan cerita turun temurun menggambarkan asal-usulnya. 

Ki Ageng Pandan Alas, tokoh legendaris yang dikenal sebagai pendiri Topeng Malangan. Ki Ageng Pandan Alas hidup di zaman Kerajaan Majapahit dan memiliki keterampilan khusus dalam berkomunikasi dengan roh-roh leluhur. Suatu ketika, Ki Ageng menerima wahyu dari roh leluhur. Ki Ageng harus menciptakan seni pertunjukan yang menggambarkan kehidupan spiritual dan keberanian. Sebagai jawaban atas wahyu tersebut, Ki Ageng Pandan Alas menciptakan Topeng Malangan sebagai bentuk seni pertunjukan yang menggabungkan unsur-unsur keagamaan, mitologi, dan kehidupan sehari-hari. Topeng Malangan kemudian menjadi bagian integral dari upacara adat, pertunjukan kesenian, dan ritual keagamaan di wilayah Malang dan sekitarnya. Topeng ini tidak hanya digunakan sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai medium komunikasi dengan dunia roh dan untuk merayakan tradisi lokal. Meskipun demikian, pentas Topeng Malangan mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Pada masa kini, seni pertunjukan ini tetap hidup dan terus berkembang, diakui sebagai bagian penting dari kekayaan budaya Indonesia. Topeng Malangan telah menjadi salah satu warisan budaya yang dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Malang dan pemerintah setempat sebagai bagian dari identitas budaya daerah tersebut. Makna yang mendalam pada Topeng Malangan ini bisa menyampaikan keunikan psikologi, emosional, serta mewakili sifat-sifat manusia. Selain memiliki makna yang mendalam, jika dilihat dari segi visualnya topeng malangan memiliki ciri khas yang unik, dengan bentuk yang spesifik serta ukiran-ukuran rumit.

Dari Mural saat itu, Nadia tertarik untuk melibatkan Topeng Malangan ini sebagai objek utama dalam karya-karyanya kedepannya. Nadia tertarik untuk menjadikan Topeng Malangan ini sebagai ide proses kreativitasnya. Tetapi tidak hanya dengan memutuskan begitu saja, sebelumnya Nadia pernah diajak rekannya yang berasal dari Kota Batu yaitu Binar ke Tumpang untuk menemui seorang dalang bernama Ki Soleha yang mengetahui sejarah seputar Topeng Malangan ini. Ketertarikannya terhadap Topeng Malangan sangat tinggi. Bahkan saat Ujian Akhir masa kuliahnya, Nadia membuat buku ilustrasi yang juga mengangkat gambar Topeng Malangan sebagai objek utamanya. Nadia juga gemar mengeksplorasi dari berbagai sumber, entah buku, majalah, dan internet untuk mencari informasi seputar Topeng Malangan ini. 

Dalam proses menciptakan karya seni yang akan dibuatnya, Nadia lebih senang apabila membuat konsep karya secara matang dahulu. Dengan diawali studi literatur cerita-cerita tentang objek topeng malangan yang akan dipakai. Membaca sejarah, watak tokoh, bahkan mencari tahu ornamen apa yang mendukung ciri khas topeng secara rinci dan mendalam. Nadia juga mempelajari pewayangan dari kakak kandungnya sebagai tambahan wawasannya. Nadia sering kali bertanya watak-watak tokoh topeng malangan ini seperti apa kepada kakaknya. Kemudian dengan informasi yang sudah didapat itu, nadia mulai mengeksekusi kedalam bentuk-bentuk sketsa visualnya hingga benar-benar selesai. Proses eksekusi ini dengan membuat dua sampai tiga kertas konsepan serta untuk mencari komposisi yang pas dan tepat. Barulah jika dirasa sudah pas, Nadia akan langsung mengeksekusi melalui media finalnya. Seperti media digital dan media konvensional lainnya seperti kanvas, tembok, dan hardboard. 

Setiap ekspresi sikap karakter yang dibuatnya tentunya tersembunyi konflik batin dan moral, yang menjadi bagian dari kehidupan setiap tokoh. Nadia dengan kreatifitasnya menggabungkan elemen-elemen ornamen hias visual untuk menyampaikan makna sesungguhnya kepada penikmat karya seninya. Nadia menciptakan karya yang bukan semata-mata memamerkan keindahan visualnya, namun juga dengan maknanya yang mendalam tersebut. 

Jika dilihat secara detail dan mendalam, hampir sebagian besar karya seni Nadia pada objek topengnya menghadap ke depan. Hal ini dipaparkan Nadia bahwa topeng atau wayang yang hanya terlihat dari samping atau setengah adalah mereka yang mentaati dan mengikuti apa yang dikatakan oleh dalang, sebagai orang yang menggerakkan mereka. Hal tersebut bisa menghilangkan sifat dan jati diri topeng itu sendiri. Dari karya seninya, nadia menggambarkan objek topeng dengan menghadap kedepan untuk membuat mereka tidak

hilang atas jati diri dan sifatnya sendiri. Nadia ingin objek-objeknya menggambarkan atas dirinya yang sesungguhnya. 

Dalam proses berkaryanya Nadia juga menggunakan warna-warna cerah dan kontras pada karya yang dibuatnya. Warna-warna yang dipakainya tidak terlepas dari warna primer seperti merah, kuning, dan biru. Nadia mengatakan bahwa tidak ada alasan khusus untuk memakai warna-warna tersebut. Pelibatan warna-warna tersebut membuat karya seni Nadia tampak berani dan semangat. Warna tersebut hanya Nadia gunakan dengan cara mencocok-cocokkan saja. Nadia mengakui bahwa tak begitu menganggap serius masalah pewarnaan karya ini. Selagi dirasa cocok dan terlihat bagus hal itu menurutnya sudah cukup. Namun ada beberapa karya yang menggunakan pemaknaan terhadap warna yang dipakai. Seperti lukisan dengan judul “Surup” yang menggambarkan keadaan saat senja, atau dalam Bahasa Jawa disebut dengan ”Surup”. Disaat membuat karya seperti ini, nadia akan memilih warna dengan makna dan simbolis tertentu. Karena dalam lukisan ini pemaknaannya akan disampaikan melalui warna yang digunakan. 

Seperti seniman pada umumnya, proses berkaryanya juga tidak berjalan dengan mulus, seperti apa yang diperlihatkan. Dalam penentuan objek yang digambar terkadang masih ada hambatan untuk mengetahui karakter ataupun cerita dari tokoh Topeng Malangan yang akan dibuatnya. Jikalau memang sudah tidak ditemukan, dan tidak bisa dibayangkan bentuk visualnya, maka Nadia akan mengganti objek tokok Topeng malangannya. 

Bicara tentang keseluruhan karya seni Nadia, walaupun yang gemar dipamerkan adalah karya dengan objek utama tokoh-tokoh topeng malangan, namun Nadia pernah beberapa kali membuat karya dengan objek manusia. Salah satunya yaitu karya digital dengan judul “Silent” yang digambarkan dengan objek seorang laki-laki yang sedang menutup mulutnya. Karya ini melibatkan warna-warna gelap seperti coklat dan hitam. Nadia mengatakan bahwa karya ini terinspirasi dari kejadian ataupun pengalaman-pengalaman yang terjadi disekitarnya. Terinspirasi untuk menggambarkan seorang temannya yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya saat itu. Dimana hal itu adalah kisah nyata yang digambarkan dalam sebuah karya seni dengan menghadirkan makna emosional yang begitu dapat menyentuh para penikmat seninya. 

Nadia telah mengikuti puluhan pameran seni yang diadakan oleh komunitasnya di Kota Batu dan Malang. Namun saat ini masih belum ada niatan untuk menjual karya seninya kepada publik. Nadia masih hanya ingin membuat merchandise seperti kaos dengan memamerkan design karya seninya pada kaos tersebut. Sehingga, banyak orang yang akan

mengenal dan ikut melestarikan budaya yang luar biasa yang dimiliki oleh Kota Kelahirannya sendiri, yaitu Kota Malang. 

Dengan menemukan ide penciptaannya ini, Nadia juga ingin mengenalkan kepada publik betapa kaya dan menakjubkannya budaya lokal yang dimiliki oleh Kota Malang. Yang jika disandingkan sangat tidak mungkin kalah dengan kesenian dan budaya lainnya. Topeng Malangan ini ternyata memiliki asal-usul, cerita, dan makna yang sangat filosofis serta mendalam. Tidak akan habis untuk kita mempelajari warisan budaya lokal satu ini. Betapa menakjubkannya seni dan budaya di Kota Malang ini. Kita sebagai generasi muda, penerus kedepannya harusnya mendukung dan ikut serta melestarikan apa yang sudah susah payah dibangun dan diwariskan oleh para leluhur kepada kita semua.

Aulia Fatihah Gadis Saleha
Aulia Fatihah Gadis Saleha
Articles: 1

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *