Indrawulan, juga dikenal sebagai Indra, lahir pada 30 Januari 1978 di Surabaya. Ia bekerja sebagai penyiar radio di Tidar Sakti Batu. Kehidupannya berubah setelah menikah dengan seorang seniman di Kota Batu, yang memperkenalkannya ke dunia seni. Indra aktif mengikuti berbagai pameran seni, termasuk di Balai Kota Among Tani, Kota Batu, Kantor DPRD Kota Malang, Galeri Raos Kota Batu, dan Gedung Graha Pancasila. Keanggotaannya di Pondok Seni Batu atau Galeri Raos juga semakin melibatkannya dalam dunia seni.
Karya seni Indra ditandai oleh ide-ide yang diwujudkan dalam karya Sulam bermedia benang dan pita di atas kain dengan ukuran rata-rata 20 cm hingga 50 cm. Perubahan dalam hidupnya dimulai sejak pandemi COVID-19 pada tahun 2020, di mana Indra mulai menjelajahi seni menyulam. Baginya, menyulam adalah bentuk terapi seni pada saat itu, dan hal ini menjadi fokusnya hingga saat ini. Awalnya, ia mulai dengan menyulam beberapa taplak dan sarung bantal dengan motif bunga, namun kemudian ia ingin mengambil langkah lebih jauh dengan mencoba membuat sulaman dengan objek potret, seperti potret Gus Dur dan beberapa potret lainnya. Meskipun tidak memiliki latar belakang pendidikan seni dan bakat seni yang jelas, dukungan dari keluarga memberinya semangat, dan akhirnya, ia berhasil berpartisipasi dalam beberapa pameran seni di dalam dan di luar kota. Keberhasilannya juga tercermin dari karyanya yang berhasil dibeli oleh gubernur Jawa Timur, yaitu Ibu Khofifah.
Tema yang diangkat dalam karya-karya Indra mencakup berbagai macam bunga, lingkungan sekitar, dan potret manusia, yang diwujudkan dalam karya seni menggunakan sulaman pita dan benang di atas kain. Teknik yang digunakan termasuk tusuk jelujur, tusuk batang, dan berbagai jenis teknik lainnya. Salah satu ciri khas karyanya adalah penggambaran flora dengan karakteristik bentuk yang dihasilkan dari media benang dan pita, hal ini masih terbilang jarang ditemui di Kota Batu.
Seiring waktu, Indra terus aktif dalam mengikuti sejumlah pameran seni, seperti yang tercatat dalam riwayat pamerannya. Pada tahun 2019, ia mengambil bagian dalam Pameran di Balai Kota
Among Tani, Kota Batu. Tahun 2020, ia kembali berpartisipasi dalam Pameran di Balai Kota Among Tani, Kota Batu, Pameran di Kantor DPRD Kota Malang, serta Pameran Seni Rupa stART RASA, Graha Pancasila Kota Batu. Tahun 2021, ia turut serta dalam Pameran Mendengar Rupa di Galeri Raos Kota Batu, dan tahun 2022, ia ikut dalam Callery ERhibition di Gedung Graha Pancasila, Among Tani Kota Batu.
Proses kreatif Indrawulan sebagai seniman sulam dimulai pada tahun 2020, namun pada awalnya hanya sebatas membuat sulaman pada taplak, sarung bantal, dll. Dan ia mulai serius terhadap seni sulamnya ketika baru muncul ketika pandemi COVID-19 melanda, memberikan kesempatan baginya untuk meningkatkan keterampilannya. Dengan lebih banyak waktu dihabiskan di rumah, Indra memanfaatkannya untuk meng-upgrade keterampilan seninya. Keberuntungan juga berada di pihaknya karena suaminya, Eko Susetyo Wahyudi, juga seorang seniman yang mendukungnya sepenuhnya dalam berkarya. Dalam proses kreatifnya, suaminya bertanggung jawab membuat sketsa gambar, sementara Indra menyulam. Kolaborasi ini menciptakan dinamika yang menarik.
Pilihan Indrawulan untuk fokus pada teknik sulam sebagai media ekspresinya bukanlah kebetulan semata. Alasan di balik pilihan ini adalah keyakinannya bahwa seni sulam masih sangat jarang di Indonesia, bahkan lebih jarang jika dibandingkan dengan luar negeri. Lebih menarik lagi, sulaman biasanya dibuat untuk motif-motif seperti bunga, dan jarang digunakan untuk menggambarkan potret, pemandangan, atau karya seni lainnya. Indra melihat kesempatan ini sebagai ruang kosong yang dapat diisi dengan kreativitasnya. Pemilihan sulaman sebagai media ekspresi memungkinkannya untuk menghadirkan potret, pemandangan, dan unsur alam yang tidak umum dalam seni sulam Indonesia.
Motivasi Indrawulan untuk memilih sulaman sebagai mediumnya tidak hanya terbatas pada eksplorasi seni, tetapi juga memiliki aspek lingkungan yang signifikan. Ia sering melihat kain-kain perca yang tidak terpakai, dan merasa disayangkan jika bahan tersebut tidak dimanfaatkan. Oleh karena itu, Indra memutuskan untuk mencoba menuangkan ide-idenya pada kain perca dengan ukuran lebar sekitar 20 x 20 cm. Keputusan ini sejalan dengan prinsip pengurangan limbah dan pemanfaatan kembali material yang sudah ada. Dengan menggunakan
media yang umumnya dianggap sebagai limbah, Indra menciptakan karya seni yang tidak hanya estetis, tetapi juga berdampak positif pada lingkungan dengan mengurangi sampah tekstil.
Faktor yang mempengaruhi Indrawulan dalam menggunakan media sulaman pada kain perca juga mencakup keinginannya untuk menciptakan karya seni yang memiliki nilai lebih dalam konteks keberlanjutan. Dengan mengurangi limbah perca, ia tidak hanya menciptakan karya seni yang unik dan indah tetapi juga memberikan kontribusi kecil terhadap pelestarian lingkungan. Pendekatan ini mencerminkan kesadaran seniman terhadap isu-isu lingkungan dan tanggung jawab sosialnya dalam menciptakan karya seni yang bersifat berkelanjutan.
Seniman Indrawulan telah menciptakan sejumlah karya seni sulam yang mencakup berbagai tema dan motif. Karya-karya ini tidak hanya menjadi ekspresi artistiknya, tetapi juga mencerminkan kemampuan teknisnya dalam mengolah benang dan pita menjadi karya seni yang indah dan bermakna. Beberapa karyanya yang mencolok termasuk “Sunflower,” “Tree,” “Sunflower Garden,” “Boat,” “Glow in the Dark,” “Relationship,” dan “Bird,” semuanya diciptakan pada tahun 2019 dengan ukuran standar 20 cm x 20 cm.
Karya-karya seperti “Sunflower” dan “Tree” menunjukkan perhatian Indrawulan terhadap elemen alam, dengan sulaman benang yang membentuk gambar bunga matahari dan pohon. “Sunflower Garden” dan “Boat” melanjutkan tema alam dengan penekanan pada keindahan kebun bunga matahari dan gambar perahu. “Glow in the Dark” menarik perhatian dengan kemungkinan pemakaian benang fosfor yang menghasilkan efek bersinar dalam gelap, menciptakan dimensi baru dalam seni sulam.
Pada tahun 2020, seniman ini semakin mengeksplorasi medium sulaman dengan karya-karya seperti “Panda,” “Kebun Bunga Matahari,” “Kombinasi,” “Apel,” “Burung Beo,” “Flower,” “Fishing,” “Kapalku,” “Soekarno,” dan “Gus Dur.” Ukuran standar 20 cm x 20 cm tetap menjadi format yang dominan, memberikan kohesi visual pada koleksinya. “Panda” menghadirkan gambar yang imut dan menarik perhatian, sementara “Kombinasi” menunjukkan eksperimen dengan warna dan pola yang lebih kompleks.
Terdapat beberapa karya yang mencolok dari tahun 2020, seperti “Desa Bunga,” yang menjadi salah satu karya dengan ukuran yang lebih besar pada kanvas dengan ukuran 70 cm x 60 cm. Karya ini menandai eksplorasi lebih lanjut Indrawulan dalam menggabungkan benang dan pita untuk menciptakan komposisi yang lebih kompleks dan memikat. “Desa Bunga” membawa tema yang lebih luas, memadukan elemen desa dan bunga dalam satu kanvas yang besar, memberikan tampilan yang lebih mendalam dan penuh nuansa.
Melalui karyanya yang beragam, Indrawulan tidak hanya menciptakan keindahan visual tetapi juga merespon perubahan dunia sekitarnya. Penggunaan sulaman pada kain perca sebagai medium mencerminkan kesadarannya terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan. Dengan terus mengeksplorasi tema dan teknik, seniman ini memberikan sumbangan uniknya dalam dunia seni, memperkaya wawasan kita tentang kemungkinan ekspresi artistik melalui media sulaman.
Proses kreatif seniman perempuan Indrawulan merupakan perjalanan yang menggambarkan evolusi dan inovasi dalam seni sulam. Mulai dari eksplorasi awal pada taplak dan sarung bantal hingga kemampuan yang semakin terasah dalam menciptakan karya seni yang unik, Indrawulan menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam mengasah keterampilannya.
Keputusannya untuk fokus pada sulaman benang dan pita sebagai medium utama ekspresinya menggambarkan pemikiran artistik yang berani. Pemilihan ini bukan hanya untuk mengisi ruang kosong dalam seni sulam di Indonesia, tetapi juga menjadi bentuk kesadarannya akan lingkungan dengan mengurangi limbah tekstil dan memberi nilai kembali pada kain perca yang tidak terpakai.
Karya-karya Indrawulan mencakup berbagai tema, mulai dari alam, potret, hingga komposisi yang lebih kompleks, semuanya dihasilkan melalui teknik sulaman yang halus. Karya-karya tahun 2019 menunjukkan penciptaan visual yang menarik dengan keindahan alam dan percikan inovasi dengan efek bersinar dalam gelap. Sementara pada tahun 2020, eksplorasinya semakin beragam dengan pengembangan tema yang lebih luas, seperti pada karya “Desa Bunga” yang menghadirkan komposisi yang lebih besar dan kompleks.
Keseluruhan, proses kreatif Indrawulan adalah sebuah perjalanan artistik yang tidak hanya memperkaya dunia seni sulam, tetapi juga memberikan pandangan baru dalam hal penggunaan medium yang jarang digunakan dalam konteks seni visual.